Tuesday, July 30, 2019

Hukum Wanita Haid Memasuki Masjid Untuk Menghadiri Majelis Ilmu



Pertanyaan : Bolehkah wanita yang sedang haid menghadiri kajian ilmu di masjid ??

Jawabanya :
Pertama:
Jumhur ahli fikih dari keempat madzhab berpendapat bahwasannya tidak boleh seorang wanita haid untuk berdiam di masjid, dengan dalil hadist riwayat Bukhari (974)dan Muslim (890),dari Ummu ‘Athiyah dia berkata:

أمرنا تعني النبي صل الله عليه و سلم أن نخرج في العيدين  العواتق  ذوات الخدورو و أمر الخيض أن يعتزلن مصلى المسلمين
 “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami untuk keluar rumah pada dua hari raya, termasuk remaja putri dan gadis pingitan, dan beliau memerintahkan wanita yang haid untuk menjauhi tempat shalat”.

Dalam hadist ini, Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang  wanita yang haid mendekati tempat shalat ‘id dan memerintahkan mereka untuk menjauhinya, dikarenakan disana terdapat hukum masjid, dan ini menjadi dalil dilarangnya wanita haid untuk memasuki masjid. Jumhur juga berdalil dengan hadist yang lain, akan tetapi hadist tersebut dhaif dan tidak boleh dijadikan hujjah, diantaranya hadist perkataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

لا أحل المسجد لحائض ولا جنب

“Tidaklah halal masjid untuk orang yang haid dan junub”.  Hadist ini didhaifkan oleh syekh Albani dalam kitab Dhaif Abi Daud (232).
Ulama Lajnah Daimah ditanya tentang hal ini dalam fatwa no (6/272):
Bagaimanakah hukum syar’i tentang seorang  wanita yang memasuki masjid padahal dia sedang haid untuk mendengarkan khutbah saja?

Jawaban Lajnah Daimah:
Tidak boleh bagi seorang wanita yang sedang haid atau nifas untuk memasuki masjid. Sedangkan bila hanya lewat, maka diperbolehkan apabila ia mempunyai kepentingan dan yakin bahwa tidak akan mengotori masjid dengan najisnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ولا جنبا الا عابري سبيل حتى تغتسلوا

”Dan (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, sampai kamu mandi” (Qs An Nisa’:43)

dan wanita yang haid termasuk dalam makna junub. Dalil selanjutnya adalah bahwa Nabi pernah memerintahkan Aisyah untuk mengambilkan kebutuhan beliau dari masjid sedangkan dia sedang haid. Demikian fatwa Lajnah Daimah no 6/272

Syekh Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya: apakah boleh bagi wanita haid menghadiri halaqah dzikir di masjid?

Beliau menjawab: wanita yang haid tidak boleh berdiam di masjid , sedangkan bila hanya lewat maka tidak mengapa, dengan syarat yakin bahwa tidak akan mengotori masjid dengan darahnya. Apabila tidak boleh baginya untuk berdiam di masjid, maka tidak boleh juga baginya untuk masuk mendengarkan pengajian atau bacaan Al Qur’an, kecuali apabila di sana terdapat tempat di luar masjid yang dia dapat mendengar suara dengan perantara mikrofon, maka tidak mengapa dia duduk di sana untuk mendengarkan pengajian. Karena tidak mengapa seorang wanita haid mendengarkan dzikir dan ayat-ayat Al Qur’an sebagaimana dalam hadist Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersandar di pangkuan Aisyah dan membaca Al Quran sedangkan Aisyah ketika itu sedang haid.

Sedangkan pergi ke masjid untuk berdiam di dalamnya karena mendengarkan pengajian atau bacaan Al Quran maka hal ini tidak boleh. Dalilnya adalah hadist Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji Wada’: ketika sampai berita kepada Nabi shallalhu alaihi wa sallam, bahwa Shofiyyah haid, maka beliau berkata: Apakah ia menahan kita (dari kembali ke Madinah)? karena beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengira Shafiyyah belum melaksanakan thawaf ifadhah. Para shahabat menjawab: dia sudah melaksanakan thawaf ifadhah.  Maka hal ini menjadi dalil tidak bolehnya berdiam di masjid walaupun untuk ibadah. Dan juga telah tetap dari Nabi bahwasannya beliau memerintahkan para wanita untuk keluar ke tempat shalat id untuk pelaksanaan shalat dan dzikir dan memerintahkan wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat. Demikian nukilan dari Fatawa at Thahirah (273).

Beliau mengambil pendapat para ulama dalam kitab Al Mabshuut (3/153), Hasyiyah Ad Dasuuqi (1/173), Al Majmu’ (2/388), dan Al Mughni(1/195)

Kedua:

Bagi wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca al Qur’an tanpa menyentuh mushaf dan boleh  baginya untuk membaca Al Qur’an yang dicetak bersama tafsirnya. Syeikh Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Untuk kitab tafsir, diperbolehkan wanita haid menyentuhnya karena kitab tersebut dihukumi sebagai buku tafsir, dan ayat-ayat Al Qur’an di dalamnya lebih sedikit dari pada tafsirnya. Dalil dari hal ini adalah surat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada raja-raja kafir, di mana di dalamnya terdapat ayat-ayat Al Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu dihukumi berdasarkan umumnya kandungan yang ada di dalamnya.

Sedangkan apabila sama banyaknya antara tafsir dan ayat-ayat al Qur’an, maka di sini berkumpul dua hukum yaitu mubah dan haram, maka yang diambil adalah hukum pelarangan, sehingga dalam hal ini diambil hukum Al Qur’an, yaitu tidak boleh menyentuhnya. Apabila tafsir lebih banyak daripada ayat walaupun dalam jumlah yang sedikit, maka dihukumi sebagai tafsir. Demikian nukilan dari  kitab Syarh Mumti’ (1/267)

Ketiga:
Apa yang dimaksudkan dari pertanyaan di atas bahwasanya ditakutkan tertinggalnya beberapa pelajaran bagi wanita yang haid apabila dilarang untuk memasuki masjid, maka dapat dilakukan dengan merekam pelajaran tersebut, atau mendengarkan pelajaran dari luar masjid, apabila hal tersebut memungkinkan, dan sebaiknya beberapa tempat di masjid disambungkan dengan tempat khusus yang tidak dihukumi sebagai masjid, seperti membuat maktabah/perpustakaan atau ruangan untuk tahfidz Al Qur’an, yang memungkinkan bagi orang yang memiliki ‘udzur untuk duduk di sana tanpa ada larangan.

Wallahu a’lam





0 comments:

Post a Comment