Wednesday, July 31, 2019

Apa itu ghibah ?? Yang Sering Dilakukan Oleh Kita

Diberdayakan Oleh : Fajar Maulana Zein


Ghibah itu termasuk dosa besar. Namun perlu dipahami artinya.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).


Ghibah kata Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan. (Syarh Shahih Muslim, 16: 129).

Dalam Al Adzkar (hal. 597), Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.”

Bahkan dikatakan dalam Majma’ Al Anhar (2: 552), segala sesuatu yang ada maksud untuk mengghibah termasuk dalam ghibah dan hukumnya haram.

Hukum ghibah itu diharamkan berdasarkan kata sepakat ulama. Ghibah termasuk dosa besar. Sebagian ulama membolehkan ghibah pada non muslim seperti Yahudi dan Nashrani sebagaimana diisyaratkan dalam Subulus Salam (4: 333), sebagiannya lagi tetap melarang ghibah pada kafir dzimmi.

Semoga bermanfaat.

Apa sih Keutaman Dua Rakaat Sebelum Subuh ??


Shalat Subuh menghubungkan hamba dengan Allah sejak awal terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dan bila umat Islam shalat Subuh berjamaah di masjid maka mereka akan menjadi umat yang setiap harinya dalam lindungan Allah SWT.

Shalat Subuh juga merupakan tolak ukur nilai dan kekokohan suatu umat. Adalah sebuah harapan bangkitnya peradaban islam dimulai dari penuhnya masjid-masjid di waktu subuh. Namun ada baiknya kita melaksanakan shalat yang juga punya keistimewaan khusus selain shalat subuh. Ialah shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh.



Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam begitu menganjurkan shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh. Shalat sunnah dua rakaat sebelum subuh memiliki keutamaan tersendiri. Lebih baik dari dunia dan seisinya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

Dua rakaat (sebelum) shalat fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya. (HR. Muslim).

Sebagian ulama mengatakannya shalat sunnah fajar. Adapula yang menamainya sebagai shalat sunnah subuh karena dilakukan sesebelum shalat subuh. Ada pula yang mengatakan shalat sunnah barad mungkin karena dilaksanakan ketika hari masih sangat dingin. Ada pula yang menamakan shalat sunnah ghadat atau shalat sunnah yang dilakukan pagi-pagi sekali.

Dua rakaat sebelum subuh atau fajar ini termasuk kategori shalat sunnah mu’akkadah; atau sangat ditekankan untuk dilaksanakan. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa menjaganya; baik ketika beliau berada di tempat tinggalnya maupun saat sedan safar atau kala bepergian. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Sayyidah ‘Aisyah radhiallahu anha

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya (dua rakaat sebelum shubuh) sama sekali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tak hanya sekali Ummul mukminin Aisyah binti Abi Bakar berkata demikian, melainkan Beliau berkata:

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah memperhatikan shalat-shalat sunat melebihi perhatiannya terhadap dua rakaat fajar.” (Muttafaq Alaihi)

Maa syaa Allah…

Lebih baik dari dunia dan seisinya di sini, dimaksudkan adalah ketenangan serta ketentraman hati yang dirasakan setelah melaksanakan shalat sunnah ini. Bagaimana tidak, secara logika sangat manusiawi jika kita sebagai insan biasa mendapatkan hadiah yang luar biasa besar. Apalagi mendapatkan lebih dari dunia dan seisinya, pasti bahagia. Ketika kita melaksanakan satu hak Allah, betapa Allah memberikan dua kali lipat kenikmatan bagi setiap hambanya yang mau beramal baik.

Waktu dilaksanakan shalat sunnah sebelum subuh

Sebagian orang ada yang memahami dua rakaat fajar itu merupakan shalat sunnah dua rakaat sebelum masuk waktu Shubuh, yakni sebelum adzan shubuh berkumandang. Ini pemahaman yang keliru. Sebab yang dimaksud dengan dua rakaat sebelum itu adalah sholat sunnah qabliyah Shubuh yang juga merupakan bagian dari shalat sunnah rawatib..

Shalat dua rakaat fajar yang dikerjakan sebelum subuh tidak terhitung sebagai shalat sunnah rawatib. Shalat tersebut menjadi shalat sunnah mutlak. Jika kita melaksanakannya, kita hanya memperoleh pahala shalat nafilah saja.



Anjuran dalam shalat sunnah sebelum shubuh ini adalah, perihal tidak berlama-lama ketika mengerjakan dua rakaat sebelum subuh, mengingat predikat shalat ini adalah shalat sunnah sebelum melaksanakan shalat shubuh Walaupun memang nilainya lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Alasan kebergegasan dua rakaat sebelum subuh ini adalah mengikuti petunjuk dari Rasulullah Salallahu alaihi wasallam  (liitba’i sunnatir rasul). Cukup membaca surat al-Kafirun di rakaat pertama (setelah al-fatihah) dan surat al-Ikhlash (setelah al-fatihah) di rakaat kedua. Atau membaca Alam Nasyrah (surat al-Insyirah) di rakaat pertama dan Surat al-Fiil di rakaat ke dua.

Demikian anjuran untuk melaksanakannya. Masya Allah betapa amalan-amalan yang sederhana memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan. Maka tidakkah kita menginginkan mendapatkan hadiah istimewa dari Allah Azza wajalla?

Mendapatkan dunia dan seisinya?

Yuk shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat shubuh!



Wallahu A'lam Bishowab...

Menjadi Umat Terbaik

Umat Islam adalah umat terbaik yang pernah ada dan mungkin hanya satusatunya umat didunia ini yang allah ta'ala ciptakan menjadi umat terbaik.Terbaik dari sisi apa saja ? Sejatinya sebagai predikat umat terbaik adalah terbaik dari semua bidang, pertanyaanya bagaimana kondisi umat islam hai ini ? Masihkah umat ini disebut sebagai umat terbaik ?
Dalam sebuah ayat mulianya,allah tabaroka wata'ala berfirman, :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya : 
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."

Ayat diatas juga menjelaskan tentang bahwa islam itu menyuruh kepada kejalan kebenaran mana yang baik dan mana pula yang buruk sudah ada dalam al quran, disinilah di tujukan hanya kepada orang orang yang beriman yang taat kepada al qur'an marilah kita terus berbuat baik supaya kelak diakhirat tidak merugi ...


Dalam surat al imron juga ini mengandung pokok pokok  kandungan ayat diantaranya yaitu: 
1. Keimanan 
Allah menjelaskan yang bisa dijadikan dalil dan alasan oleh nabi dan umat dalam membantah orang nasrani yang mempertuhankan nabi isa as dikarenakan ketauhidan adalah dasar yang di bawa oleh nabi kepada umatnya 

2.Hukum-hukum
Allah menjelaskan aturan aturan akan kepentingan musyawarah pengambilan kebijakan dalam mencakup orang banyak larangan melakukan muamalah dengan cara merugikan orang lain.
     
Kaitan dengan ayat sebelumnya (3:105) menyerukan agar mukmin tidak meniru orang yang berpecah belah sebab akan menimbulkan kesedihan diakhirat kelak QS (3:106-107) oleh karena itu, hendaklah membangun umat yang setiap anggotanya menjalankan tugas sesuai bagian masing masing sebagaimana di serukan pada ayat 104. Ayat 110 ini mengungkapkan bahwa umat yang tampil di depan manusia menjalankan amar ma'ruf nahy munkar berdasarkan iman, merupakan umat terbaik dan umat terpilih .dalam menjalankan kita harus istiqomah dalam menjalaninya , 


jazakallah khair ...
sekian dan terimakasih kepada pembaca semua yang selalu setia membaca update update di website kami .....


Diberdayakan oleh

Fajar

Tuesday, July 30, 2019

Cara Taubat Nasuha Menurut Islam



Diberdayakan oleh : Fajar Maulana Zein
Tujuan penciptaan manusia , tujuan hidup menurut islam, konsep manusia dalam islam dan hakikat penciptaan manusia sejatinya adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. Tidak ada yang boleh melanggar segala bentuk aturan dan tuntunan hidup seperti fungsi agama, fungsi Al-Quran bagi umat manusia.
Namun pada kenyataannya, tidak ada manusia yang benar-benar bersih dan dalam kondisi yang serba suci. Manusia manapun, setinggi apapun ia, tidak akan pernah ada yang lepas dari dosa-dosa. Yang membedakan adalah mana manusia yang mampu melepaskan dosa yang telah dilakukannya dan mana yang terus menerus berada dalam kedosaan sepanjang hidupnya dengan terus mengulang dosanya atau tidak mau meninggalkan dosanya. Dosa yang tak terampuni sekalipun dapat dilakukan atau berpotensi dilakukan oleh manusia seperti syirik dalam islam atau menduakan Allah
Walaupun begitu, Allah adalah Maha Pengampun dan Penerima Taubat. Sebesar dan seberat apapun dosa yang telah manusia lakukan, Allah tetap akan mngampuninya bagi mereka yang taubatan nasuha yaitu bertaubat dengan bersungguh-sungguh.

 “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (QS. An-Nisa: 31).
Di ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni, memuliakan dengan surga, dan menghapus kesalahan-kesalahan kita asalkan manusia mau menjauhi dosa-dosa besar. Dosa besar tentu sangat berat dan dilakukan pasti dengan kesadaran. Untuk itu, Allah akan mengampuni asalkan manusia tidak melangkah mendekati perbuatan yang bisa mendekatkan pada dosa-dosa besar.

Pengertian dan Langkah Untuk Taubatan Nasuha
Taubatan Nasuha artina adalah Taubat yang dilakukan secara bersungguh-sungguh, dengan kebulatan tekad, niat, dan menyempurnakannya dengan usaha memperbaiki diri. Tanpa melakukan usaha dan perbaikan diri, maka taubat yang dilakukan bukanlah taubatan nasuha. Ia hanya sekedar untuk meminta ampunan tapi usaha untuk menjauhi perbuatan dosanya tetap dilakukan.

Untuk melakukan taubatan nasuha maka terdapat langkah-langkah yang harus manusia lakukan sebagai usaha membuktikan diri kepada Allah bahwa kita memang benar-benar ingin bertaubat dan menjauhi segala perbuatan keji dan munkar kembali.

1.      Evaluasi Diri
Evaluasi diri artinya manusia melakukan proses perenungan dan penghayatan dirinya, apa yang salah dan selama ini bernilai dosa dihadapan Allah. Tanpa melakukan proses perenungan dan pengahyatan akan kesalahan diri, maka manusia nantinya tidak akan menemukan apa saja kekeliruan dia selama ini. Untuk itu dibutuhkan proses evaluasi diri yang baik dan mendalam.

Evaluasi diri bukan hanya mengevaluasi atas yang kita sadari salah saja, melainkan mencari-cari apa kesalahan-kesalahan dan dosa yang kita perbuat selama ini agar tidak terjerumus ke dalam jurang yang sama atau melakukannya kembali tanpa sadar.

Proses Evaluasi harus dilakukan secara perenungan diri, agar bisa mendetail menyadari kesalahan dan dosa apa yang telah kita perbuat selama ini. Saat seperti inilah dimana kita bisa menyadari kebenaran dan kesalahan diri, dan hidayah Allah kepada manusia akan mulai turun dan terungkap karena manusia dalam kondisi yang insyaf.

2.      Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan adalah awal langkah untuk meminta ampunan kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan artinya adalah kita mengakui atas apa hasil evaluasi diri kita atau apa yang disampaikan orang lain kepada kita, atas perbuatan yang buruk. Tanpa mengakui kesalahan, manusia dalam memohon ampun tidak akan benar-benar melakukannya dengan serendah-rendahnya atau dengan posisi yang benar-benar berserah diri kepada Allah SWT. Untuk itu, pengakuan kesalahan adalah langkah awal untuk melakukan taubatan Nasuha.

3.      Memperbaiki Kesalahan
Memperbaiki kesalahan adalah hal yang wajib dilakukan manusia ketika sudah menyadari kesalahan atau kekeliruan dalam dirinya. Hal inilah yang membuktikan apakah ia bertaubat dengan sungguh-sungguh atau tidak. Orang yang taubatan nasuha akan melakukan perbaikan, menjauhi kedosaan, dan bersungguh-sungguh untuk terus menjaga perbuatan baiknya. Ia akan berusaha dengan cara meningkat akhlak agar tidak masuk kepada kesesatan jalan hidup.

Orang yang hanya mengakui kesalahan dan tidak memperbaiki keadaan sejatinya dalam posisi yang tidak bersungguh-sungguh bertaubat. Allah menilai bukan hanya dari niat dan ungkapan permohonan taubat kita, namun Allah melihat amalan dan konsistensi perbuatan kita. Maka, kunci dari taubatan nasuha adalah amalan yang diperbaiki dan dilakukan secara konsisten.

4.      Memohon Ampunan Allah
Meskipun sudah melakukan evaluasi dan perbaikan, manusia tidak bisa sombong mengatakan bahwa taubat nya telah diterima. Untuk itu, manusia tetap harus meminta ampunan Allah setiap saat dan di waktu-waktu berdoa atau shalat kita.

Manusia tidak pernah bisa memastikan kapan ia berdosa dan berpahala, karena perhitungan tersebut hnayalah Allah yang bisa menilainya. Untuk itu, dibutuhkan permohonan ampunan kepada Allah setiap waktu, karena kita tidak bisa terus menerus menyadari kesalahan apa yang telah kita perbuat. Allah Maha Pengampun, maka kapanpun kita meminta ampunan, Allah selalu membukanya dengan luas.



Cara Bertaubat dengan Taubatan Nasuha
Bertaubat dengan taubatan nasuha tentunya tidak asal-asalan dan Allah akan mengampuni jika manusia mengikuti kondisi-kondisi yang Allah syaratkan. Berikut adalah hal-hal yang harus umat islam perhatikan dalam proses taubatan nasuha dan cara taubat nasuha :

·         Bertaubat dengan Kondisi Beriman
“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS : Al-A’raf : 153)

Orang yang beriman adalah orang yang senantiasa menjadikan rukun iman dan rukun islam sebagai pondasi hidupnya. Ia pun juga dapat mengetahui dan merasakan manfaat beriman kepada Allah SWT tanpa meragukannya kembali. Untuk itu orang beriman akan senantiasa menjaga dirinya dengan bertaubat dan tidak mau mengulang kesalahan yang terjadi.

Allah menganpuni dan menerima orang-orang yang telah berbuat kejahiliahan dengan menghapuskannya dengan syarat dalam proses pertaubatannya adalah orang-orang yang datang meminta ampun dalam keadaan beriman. Mereka bukan hanya pura-pura beriman melainkan dalam kondisi yang benar-benar beriman kepada Allah SWT. Sedangkan orang-orang yang tidak beriman, tentu belum tentu diterima pertaubatannya karena belum jelas keimanannya disampaikan pada siapa. Itulah fungsi iman kepada Allah SWT yang sering kali manusia lalaikan.

·         Bertaubat atas Ketidaktahuan
“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS : An-Nisa : 17)

Orang yang bertaubatan nasuha tidak akan mengulangi lagi kesalahannya bahkan ia akan menjauhi segala perbuatannya yang keliru dan membawakan dampak yang buruk. Taubatan nasuha adalah taubat yang bersungguh-sungguh dan melakukan kesalahan bukan karena disengaja melainkan karena khilaf atau ketidak tahuan. Hal itu dikarenakan orang beriman tidak akan melaksanakan hal-hal yang dilarang Allah secara sengaja. Ia akan diterima oleh Allah taubatnya asalkan tidak akan dilakukan kembali.

·         Bertaubat Sebelum Ajal
Orang yang bertaubat sebelum ajal datang tidak akan bisa diterima oleh Allah karena sudah habis masa berlaku hidupnya sedangkan ia baru menyadari semuanya ketika ajal mejemput maka tidak akan ada waktu lagi pembuktian diri akan kesungguhan taubatnya. Hal ini karena kita tidak tahu kapan kita akan menemui kematian. Sedangkan kematian yang dalam kondisi buruk adalah salah satu penyebab hati gelisah menurut islam.

 “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS : An-Nisa : 18 )

10 Nasehat Rasulullah Agar Pernikahan Dipenuhi Keberkahan dan Kebahagiaan

Diberdayakan oleh : Fajar Maulana Zein
Kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat dimulai oleh kebahagiaan dan kesejahteraan setiap rumah tangga. Kebahagiaan rumahtangga dimulai dari kebahagiaan setiap individunya yaitu: suami, isteri dan anak-anaknya.
Ada 10 point terpenting yang mesti kita pahami agar pernikahan dan rumah tangga kita dipenuhi keberkahan dan kebahagiaan lahir dan batin, yaitu:

1. Memahami dan Mengerti Tujuan dan Hakikat Pernikahan
Tujuan pernikahan di antaranya:
a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
b. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur
c. Untuk Menundukkan Pandangan.
d. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
e. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
f. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

  
2. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak, dan Tugas Seorang Suami
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)


3. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak dan Tugas Seorang Isteri
Mengutamakan Berada di Rumah. Kenapa saya tulis “mengutamakan”, karena pada masa emansipasi wanita ini banyak wanita karir dan menjadi pensuport perekonomian rumahtangga, namun bila sang suami sudah mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga, khususnya dibidang ekonomi, dan sudah disepsksti kalau si wanita tidak bekerja, maka hendaknya sang istri punya rasa betah untuk berada di rumah karena firman Allah yang berbunyi:“Dan hendaknya kamu tetap tinggal di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyyah yang dahulu” (QS Al Ahza: 33) 
Mengutamakan Tugas Rumah. Walau punya jabatan apapun si wanita di tempat kerjanya, sekertaris atau direktur sekalipun, tugas utama ibu rumahtangga tidak boleh dinomorduakan, karena jabatan ibu rumahtangga lebih tinggi derajatnya daripada jabatan seorang ibu direktur.
Tidak Berkunjung Kecuali Penting. Di sini Islam menjaga dan menjauhkan kita dari kebiasaan bergunjing dengan tetangga, kecuali untuk tujuan yang penting sebaiknya hindari terlalu sering berkunjung ke tetangga.
Menyenangkan Saat Dilihat Suami. Wanita yang benar dalam islam adalah wanita yang berusaha bisa menyenangkan suami, saat dilihat menciptakan rasa damai dan sejuk bagi suami, menjalankan segala perintah suami, bermuka ceria, bersolek dan berdandan buat suami, sikap seorang wanita salah satu penentu keharmonisan rumahtangga.
Memelihara Kehormatan Diri Ketika Suami Tidak Ada. Wanita yang benar adalah yang menjaga martabat rumahtangganya bila sang suami tidak ada di rumah untuk menunaikan tugas kerja atau untuk tujuan yang lain, baik untuk kepergian dalam waktu dekat maupun dalam waktu lama, bagaimana cara menjaga kehormatan diri? yaitu dengan tidak mengijinkan masuk laki-laki lain ke dalam rumah bila sang suami tidak ada di tempat, karena dengan adanya laki-laki lain tanpa kehadiran suami akan menimbulkan bahaya dan juga gunjingan bahkan bisa juga fitnah dari masyarakat sehingga hal itu akan menggangu keharmonisan rumah tangga.
Tidak Menghindari Suami. Istri yang baik adalah istri yang selalu dekat dengan suami, tidak ada niatan menghindari suami meskipun suasana hati lagi bad mood ataupun lagi ada masalah rumahtangga, karena dosa akan menanti si wanita bila menghidar dari suami.
Menjaga Kehormatan Suami. Wajib bagi seorang istri untuk menjaga kehormatan suami, menjaga harta dan rumahtangganya.
Bermuka Ceria. Walau ada permasalahan rumahtangga sebisa mungkin tetap ceria, tetap bermuka manis, dengan begitu permasalahan tidak membesar, bisa diredam dan diharapkan secepatnya bisa harmonis lagi.
Tidak Mencolok & Menghindari Keramaian Bila Keluar Rumah. Tidak mencolok di sini bermaksud untuk tidak terlalu berias, tidak menarik perhatian sesama pengguna jalan dengan tujuan untuk menhindari dosa mata dari laki-laki lain yang melihat dan menghindari kejahatan yang tercipta dari penampilan berlebihan seorang wanita.
Tidak Mengeraskan Suara. Bagi wanita suara adalah mahkota, orang akan melihat positip dan negatif seorang wanita dari keras atau lembut wanita itu mengeluarkan suaranya.
Perhatian Terhadap Rumahtangga. Seorang istri punya tanggungjawab untuk memperhatikan suasana dirumahtangganya, baik jasmani maupun ronahi para anggota keluarga, contoh: apakan anak-anaknya sudah sarapan, apakan suaminya sudah sholat, dll.
Ikhlas dengan Pemberian Suami. Banyak atau sedikit, lebih atau kurang bisa menerima dengan qana’an pemberian itu sebagai rizki dari Allah yang diberikan pada dia dan keluarga.
Mendahulukan Hak Suami. Wanita yang sudah berkeluarga harus siap jadi makmum sang suami, disitu juga dia siap mendahulukan kepentingan suami di atas kepentungannya.
Selalu Bersih di Depan Suami. Seorang istri dituntut rapi, bersih, wangi,dan berias untuk suaminya, bukan untuk orang lain.
Menyayangi, Menjaga & Tidak Menghina Anak Suaminya. Bila suaminya punya anak dari rumahtangganya yang terdahulu dan dibawa masuk kedalam lingkup rumahtangganya yang baru, si istri juga harus ikut merawat anak-anak tersebut seperti dia memperlakukan anak sendiri dan tidak ada caci maki atau hinaan pada anak tersebut.
Menundukkan Pandangan dari Barang Haram. Ini dilakukan dengan maksud untuk melindungi istri dari barang maksiat yang dilarang oleh syariat agama.
Membiasakan Diri Bermuraqabah. Ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga diri istri, menghapus kelalaian dengan dzikir akan mendekatkan diri pada Allah sang pencipta.
Perbanyak Puasa. Dengan banyak puasa ankan sangat bermanfaat bagi istri, anak dan keluarganya, kebiasaan berriyadhan atau berlaku hidup prihatin seperti ini akan bermanfaat untuk masa depan anak dengan harapan menjadi anak soleh/solihan, taat orang tua dan berguna bagi negara serta agamanya.
Mendorong Suami Mencari Rizki Halal. Dengan rizki yang halal maka akan tumbuh anak & keluarga yang dekat dengan agama, anak yang soleh & Solihah, dan sebaliknya, dengan rizki yang haram akan menjauhkan anak & keluarganya dari agama.
Tidak Banyak Menuntut Suami dalam Nafkah. Nafkah lahir yang sewajarnya, dalam batas kemampuan suami, karena dengan menuntut yang diluar kewajaran akan membuat suami dalam tekanan, bahkan bisa juga akan berusaha mencari nafkah dengan segala cara untuk memenuhi tuntutan istri tersebut, seperti: korupsi, mencuri, dan hal ilegal lainnya, kalau seperti ituakhirnya sama saja memasukkan keluarganya dalam lingkaran kemungkaran.
Punya Rasa Malu. Punya rasa malu untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Sopan Pada Teman Suami. Menghormati tamu dan teman suami, menjaga martabat dan kehormatan sebagai seorang istri di mata mereka.
Memperdalam Ilmu Agama. Memperbanyak ilmu agama adalah tuntutan sebagai wakil suami dalam memimpin rumahtangga, dengan bekal agama insya Allah arah berkeluarga tetap dijalur yang tepat.

4. Meluruskan Niat/Motivasi Saat Menikah(Ishlahun Niyat)
Siapa yang ingin menikah maka luruskan niat kita dulu. Niat menikah tentunya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena menikah adalah ibadah. Karena menikah juga merupakan perintah-Nya. Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 32. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kaurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur : 32).
Nikah juga merupakan perintah dan sunnah Nabi, jadi dalam proses nikah hingga pasca pernikahan nanti kita wajib mencontoh Nabi. Contohnya ketika diawal memilih pasangan hidup menurut Nabi hendaknya yang dipilih adalah agamanya, kemudian pada saat walimatul ursy sebaiknya tidak berlebihan karena kita tahu Nabi mengajarkan kita untuk selalu bersikap hidup sederhana (tidak boros) dan dalam berumah tangga hendaknya kita membiasakan diri dengan adab dan akhlak seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Perhatikan adab dan akhlak seorang isteri ke suami, adab dan akhlak suami kepada istri, adab dan akhlak anak-anak kepada kedua orang tua dan mertua, dan adab dan akhlak orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

5. Sikap Saling Terbuka dan Jujur (Mushorohah)
Sikap saling terbuka disini adalah ketika sudah menjadi suami dan istri maka hal–hal yang sebelumnya haram menjadi halal. Misalnya secara fisik kita sudah halal untuk bersentuhan. Selain itu juga sikap saling keterbukaan ini dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara suami dan istri karena adanya rasa keinginan saling mengenal satu dengan yang lainnya entah itu sifat kepribadian, kebiasaan, kesenangan, ketidaksukaan sehingga suami/istri merasa nyaman.

6. Sikap Toleran dan Saling Menghormati (Tasamuh)
Sudah pasti ketika berumah tangga suami dan istri memiliki kebiasaan, pemikiran yang berbeda-beda sehingga akan timbul konflik/perdebatan dalam rumah tangga. Sehingga sikap toleran ini sangat penting bagi kehidupan suami istri untuk memujudkan keluarga yang tetap harmonis. Dan dalam hal ini sikap toleran juga menuntut adanya sikap saling memaafkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al Afwu yaitu memaafkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu memaafkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfiroh yaitu memintakan ampun pada Allah untuk oran lain.
7. Komunikasi Yang Baik, Berakhlak, Santun dan Saling Menghargai
Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi akan meningkatkan sikap saling cinta antar pasangan. Komunikasi juga untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Karena beberapa keluarga yang tetap harmonis kuncinya adalah komunikasi yang tetap terjaga dan tidak pernah putus. Apalagi bagi suami dan istri yang memiliki kesibukan masing-masing, sehingga dengan komunikasi ini memberikan rasa perhatian, saling mendengar, dan memberikan respon. Zaman sekarang komunikasi sudah cukup canggih bisa via telephone, email, whats app, skype, dan sebagainya.

Point komunikasi ini bisa mengingatkan kita kepada kisah keluaraga Ibrahim As. Dalam surah As-Shaaffat ayat 102. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Shaaffat: 102).

Ibroh yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah komunikasi timbal balik antara orang tua dengan anak. Nabi Ibrahim mengutarakan pendapatnya dengan bahasa dialog bukan menetapkan keputusannya sendiri, sehingga adanya keyakinan yang kuat kepada Allah, adanya tunduk dan patuh atas perintah Allah dan adanya tawakal kepada Allah SWT, sehingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.


8. Sabar dan syukur
Yah, sabar dan syukur dalam berumah tangga memang sangat dianjurkan. Pasalnya setiap ujian dalam berumah tangga harus disikapi dengan rasa sabar seperti pada pasangan suami/istri terdapat kekurangan/kelemahan sehingga perlu disikapinya dengan sabar. Kemudian disikapi rasa syukur atas rezeki yang Allah berikan kepada suami dan tidak banyak menuntut khusus untuk istri karena kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan istri yang kurang bersyukur terhadap pemberian suaminya. Dan apabila kita bersyukur maka Allah akan melebihkan nikmatNya lagi untuk kita. Bisa dilihat dalam firman Allah surah Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih” (QS.Ibrahim : 7).

9. Sikap yang santun dan bijak

Sikap santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam berinteraksi kehidupan berumah tangga ini perlu dilakukan karena akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Sehingga suasana ini membuat penghuni rumah betah tinggal di rumah. Sebagaimana ungkapan bahwa “Rumahku adalah Syurgaku” bukan berarti fasilitas yang lengkap dan rumah tinggal yang luas akan tetapi ada suasana interaktif antar keluarga; suami istri dan anak-anak yang penuh kesantunan dan bijaksana. Sehingga menimbulkan suasana yang penuh


yang penuh kesantunan dan bijaksana. Sehingga menimbulkan suasana yang penuh keakraban, kedamaian, dan cinta kasih antar keluarga.

Oya sikap santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seorang itu labil maka ada kecenderungan bersikap emosional dan marah, karena syetan akan mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita agar jangan mudah marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah maka bersegeralah menahan diri dengan beristighfar dan mohon perlindungan kepada Allah dengan (taawudz billah), bila masih merasa marah maka hendaknya berwudhu dan mendirikan sholat. Karena sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi. Oleh sebab itu dalam berumah tangga harus ada saling
memaafkan bila terjadi kemarahan dan Allah menyukai orang yang suka memaafkan.

10. Kuatnya hubungan dengan Allah

Sudah pasti kalau kita menginginkan rumah tangga yang tetap harmonis, hubungan kita dengan Allah harus diperkuat, karena dengan begitu akan menghasilkan keteguhan hati (kemampanan ruhiyah), sebagaimana dalam firman Allah disurah Ar-Rad’u ayat 28 “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad’u : 28)

Rasulullah SAW juga selalu memanjatkan doa agar mendapatkkan keteguhan hati : Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thooatika” (Wahai yang membolak-bailikan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’atiMu).
Kedekatan kita dengan Allah bisa dimulai dengan membiasakan dalam keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap seperti tilawah, shaum, tahajud, Duha, doa, infaq, doa, matsurat, dan sebagainnya. Karena tanpa adanya kedekatan dengan Allah mustahil seseorang dapat mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Akhirnya, Semoga ringkasan saya ini memberikan banyak manfaat terutama bagi yang akan menikah atau yang sudah menikah juga.

Hukum Wanita Haid Memasuki Masjid Untuk Menghadiri Majelis Ilmu



Pertanyaan : Bolehkah wanita yang sedang haid menghadiri kajian ilmu di masjid ??

Jawabanya :
Pertama:
Jumhur ahli fikih dari keempat madzhab berpendapat bahwasannya tidak boleh seorang wanita haid untuk berdiam di masjid, dengan dalil hadist riwayat Bukhari (974)dan Muslim (890),dari Ummu ‘Athiyah dia berkata:

أمرنا تعني النبي صل الله عليه و سلم أن نخرج في العيدين  العواتق  ذوات الخدورو و أمر الخيض أن يعتزلن مصلى المسلمين
 “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami untuk keluar rumah pada dua hari raya, termasuk remaja putri dan gadis pingitan, dan beliau memerintahkan wanita yang haid untuk menjauhi tempat shalat”.

Dalam hadist ini, Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang  wanita yang haid mendekati tempat shalat ‘id dan memerintahkan mereka untuk menjauhinya, dikarenakan disana terdapat hukum masjid, dan ini menjadi dalil dilarangnya wanita haid untuk memasuki masjid. Jumhur juga berdalil dengan hadist yang lain, akan tetapi hadist tersebut dhaif dan tidak boleh dijadikan hujjah, diantaranya hadist perkataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

لا أحل المسجد لحائض ولا جنب

“Tidaklah halal masjid untuk orang yang haid dan junub”.  Hadist ini didhaifkan oleh syekh Albani dalam kitab Dhaif Abi Daud (232).
Ulama Lajnah Daimah ditanya tentang hal ini dalam fatwa no (6/272):
Bagaimanakah hukum syar’i tentang seorang  wanita yang memasuki masjid padahal dia sedang haid untuk mendengarkan khutbah saja?

Jawaban Lajnah Daimah:
Tidak boleh bagi seorang wanita yang sedang haid atau nifas untuk memasuki masjid. Sedangkan bila hanya lewat, maka diperbolehkan apabila ia mempunyai kepentingan dan yakin bahwa tidak akan mengotori masjid dengan najisnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ولا جنبا الا عابري سبيل حتى تغتسلوا

”Dan (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, sampai kamu mandi” (Qs An Nisa’:43)

dan wanita yang haid termasuk dalam makna junub. Dalil selanjutnya adalah bahwa Nabi pernah memerintahkan Aisyah untuk mengambilkan kebutuhan beliau dari masjid sedangkan dia sedang haid. Demikian fatwa Lajnah Daimah no 6/272

Syekh Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya: apakah boleh bagi wanita haid menghadiri halaqah dzikir di masjid?

Beliau menjawab: wanita yang haid tidak boleh berdiam di masjid , sedangkan bila hanya lewat maka tidak mengapa, dengan syarat yakin bahwa tidak akan mengotori masjid dengan darahnya. Apabila tidak boleh baginya untuk berdiam di masjid, maka tidak boleh juga baginya untuk masuk mendengarkan pengajian atau bacaan Al Qur’an, kecuali apabila di sana terdapat tempat di luar masjid yang dia dapat mendengar suara dengan perantara mikrofon, maka tidak mengapa dia duduk di sana untuk mendengarkan pengajian. Karena tidak mengapa seorang wanita haid mendengarkan dzikir dan ayat-ayat Al Qur’an sebagaimana dalam hadist Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersandar di pangkuan Aisyah dan membaca Al Quran sedangkan Aisyah ketika itu sedang haid.

Sedangkan pergi ke masjid untuk berdiam di dalamnya karena mendengarkan pengajian atau bacaan Al Quran maka hal ini tidak boleh. Dalilnya adalah hadist Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji Wada’: ketika sampai berita kepada Nabi shallalhu alaihi wa sallam, bahwa Shofiyyah haid, maka beliau berkata: Apakah ia menahan kita (dari kembali ke Madinah)? karena beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengira Shafiyyah belum melaksanakan thawaf ifadhah. Para shahabat menjawab: dia sudah melaksanakan thawaf ifadhah.  Maka hal ini menjadi dalil tidak bolehnya berdiam di masjid walaupun untuk ibadah. Dan juga telah tetap dari Nabi bahwasannya beliau memerintahkan para wanita untuk keluar ke tempat shalat id untuk pelaksanaan shalat dan dzikir dan memerintahkan wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat. Demikian nukilan dari Fatawa at Thahirah (273).

Beliau mengambil pendapat para ulama dalam kitab Al Mabshuut (3/153), Hasyiyah Ad Dasuuqi (1/173), Al Majmu’ (2/388), dan Al Mughni(1/195)

Kedua:

Bagi wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca al Qur’an tanpa menyentuh mushaf dan boleh  baginya untuk membaca Al Qur’an yang dicetak bersama tafsirnya. Syeikh Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Untuk kitab tafsir, diperbolehkan wanita haid menyentuhnya karena kitab tersebut dihukumi sebagai buku tafsir, dan ayat-ayat Al Qur’an di dalamnya lebih sedikit dari pada tafsirnya. Dalil dari hal ini adalah surat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada raja-raja kafir, di mana di dalamnya terdapat ayat-ayat Al Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu dihukumi berdasarkan umumnya kandungan yang ada di dalamnya.

Sedangkan apabila sama banyaknya antara tafsir dan ayat-ayat al Qur’an, maka di sini berkumpul dua hukum yaitu mubah dan haram, maka yang diambil adalah hukum pelarangan, sehingga dalam hal ini diambil hukum Al Qur’an, yaitu tidak boleh menyentuhnya. Apabila tafsir lebih banyak daripada ayat walaupun dalam jumlah yang sedikit, maka dihukumi sebagai tafsir. Demikian nukilan dari  kitab Syarh Mumti’ (1/267)

Ketiga:
Apa yang dimaksudkan dari pertanyaan di atas bahwasanya ditakutkan tertinggalnya beberapa pelajaran bagi wanita yang haid apabila dilarang untuk memasuki masjid, maka dapat dilakukan dengan merekam pelajaran tersebut, atau mendengarkan pelajaran dari luar masjid, apabila hal tersebut memungkinkan, dan sebaiknya beberapa tempat di masjid disambungkan dengan tempat khusus yang tidak dihukumi sebagai masjid, seperti membuat maktabah/perpustakaan atau ruangan untuk tahfidz Al Qur’an, yang memungkinkan bagi orang yang memiliki ‘udzur untuk duduk di sana tanpa ada larangan.

Wallahu a’lam